Kepdirjen 185 Th 2019, Hal. 79-83
Kelayakan peralatan dan instalasi dilakukan melalui pemeriksaan keselamatan operasi terhadap bejana tekan dan sejenisnya, pesawat angkat dan/ atau angkut, peralatan listrik, peralatan putar, pipa penyalur, tangki timbun, katup pengaman, tanur (smelter).
Kelayakan peralatan dan instalasi paling sedikit meliputi:
1) perencanaan dan fabrikasi instalasi paling sedikit dengan ketentuan:
a) pembangunan dan konstruksi instalasi mengacu pada standar nasional Indonesia atau standar internasional yang diakui.
b) instalasi yang telah selesai dibangun dilengkapi data desain, dokumen dan gambar terpasang dan standar operasional prosedur untuk instalasi tersebut.
c) instalasi yang dibangun dan dipasang sesuai dengan peruntukannya.
d) apabila instalasi mengalami perubahan, maka dilakukan pemeriksaan dan pengujian terhadap kesesuaian terhadap standar, fungsi, keselamatan operasi, dan spesifikasi yang berlaku.
e) semua peralatan dan/atau instalasi yang dapat menimbulkan kemungkinan terjadinya arus listrik yang diakibatkan oleh petir, arus liar, muatan statis dan sebagainya dilengkapi dengan sistem untuk meniadakannya.
f) instalasi dan peralatan yang dibuat khusus dan bukan merupakan produksi massal, pemeriksaan keselamatan operasi terhadap instalasi dan peralatan tersebut dapat dilakukan di tempat pembuatan.
g) semua komponen dan peralatan yang sudah layak operasi diberi label atau tanda.
2) pengoperasian peralatan dan/ atau instalasi paling sedikit dengan ketentuan:
a) diawali dengan pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh tim ahli internal perusahaan yang kompeten atau perusahaan jasa inspeksi teknis terakredi tasi yang mempunyai Izin Usaha Jasa Pertambangan yang ditunjuk oleh KTT atau PTL, dan selanjutnya hasil uji kelayakan tersebut disampaikan kepada KalT atau Kepala Dinas atas nama KaIT sesuai dengan kewenangannya.
b) menggunakan Tenaga Teknis Pertambangan yang Berkompeten untuk mengoperasikan, memelihara, menginspeksi, dan memperbaiki peralatan dan instalasi.
c) melengkapi instalasi dan peralatan dengan piranti pengaman atau safety device yang sesuai.
d) menerapkan aturan area terbatas atau restricted area dan terlarang, serta memasang rambu-rambu tanda bahaya dan peringatan pada sekitar area instalasi dan peralatan dengan pertimbangan nilai risiko keselamatan.
e) melakukan pemeriksaan dan pengujian kelayakan instalasi dilakukan secara berkala dalam 1 ( satu) kali setiap 5 (lima) tahun untuk mendapatkan sertifikasi.
f) melakukan pemeriksaan dan pengujian kelayakan peralatan berlaku maksimum 3 (tiga) tahun untuk didapatkan sertifikasi sesuai hasil pemeriksaan, dan dilakukan pemeriksaan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali setiap 1 (satu) tahun oleh KTT atau PTL.
g) selain melakukan pemeriksaan dan pengujian untuk sertifikasi sebagaimana dimaksud huruf e) pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/ atau Pemurnian, dan IPR dapat melakukan pemeriksaan dan pengujian berdasarkan tingkat risiko dengan ketentuan :
(1) mempertimbangkan tingkat risiko pengoperasian masing-masing peralatan serta pengaruh ke instalasi secara keseluruhan.(2) perusahaan yang akan melaksanakan konsep program pemeriksaan dan pengujian berbasis risiko memenuhi ketentuan paling sedikit sebagai berikut:
(a) ruang lingkup, pelaksanaan, dan hasil program ini ditetapkan oleh KTT atau PTL melalui pengawas teknis yang ditunjuk.(b) pemeriksaan dan pengujian dilakukan oleh KTT atau PTL atau pihak lain yang kompeten atau berkemampuan yang ditunjuk oleh KTT atau PTL.(c) menggunakan standar dan spesifikasi teknis yang dijadikan acuan untuk sistem, peralatan, instrumentasi, kompetensi Pekerja, prosedur sebagai dasar dalam mengelola risiko.(d) KTT atau PTL melakukan evaluasi pelaksanaan program ini secara berkala untuk meyakinkan keselamatan operasi peralatan, jika operasi yang berisiko tinggi, maka disampaikan ke KalT atau Kepala Dinas atas nama KaIT sesuai dengan kewenangannya.
(3) dalam melaksanakan konsep program pemeriksaan dan pengujian berbasis risiko maka perusahaan menilai risiko sesuai standar nasional Indonesia atau standar internasional paling sedikit meliputi:
(a) identifikasi bahaya terhadap peralatan;
(b) penilaian risiko atas kemungkinan dan konsekuensi kegagalan atau kecelakaan;
(c) upaya mencegah dan/ atau mengurangi risiko;
(d) pengendalian risiko sampai pada batasan yang dapat diterima;
(e) metode dan teknik yang digunakan pada program pemeriksaan dan pengujian berbasis risiko ini mengacu standar nasional Indonesia ataupun internasional yang berlaku; dan
(f) kriteria yang tidak ada dalam standar dapat menggunakan praktik-praktik terbaik ( best practice) atau pengalaman pada industri yang dapat diterima,h) pemeriksaan keselamatan operasi terhadap peralatan dan instalasi dilakukan paling sedikit pada tahap: (1) akan dipasang atau didirikan; (2) sedang dipasang atau didirikan; dan/ atau (3) telah dipasang atau didirikan.
Dalam rangka mengevaluasi kelayakan sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan Pertambangan, KaIT atau Kepala Dinas atas nama KaIT sesuai dengan kewenangannya dapat meminta KTT atau PTL untuk melakukan presentasi dan/atau menugaskan IT untuk melakukan verifikasi lapangan.
3) terhadap peralatan yang dibuat berdasarkan pesanan dan bukan produksi massal, Pemegang IUP, IUPK, dan IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/ atau Pemurnian menyampaikan dokumen teknis peralatan tersebut yang telah dievaluasi oleh perusahaan jasa inspeksi teknik kepada KaIT atau Kepala Dinas atas nama KaIT sesuai dengan kewenangannya.
4) pembongkaran instalasi berupa pekerjaan pelepasan dan pemotongan sebagian atau keseluruhan instalasi yang sudah tidak dipergunakan serta pemindahan/pengangkutan hasil pembongkaran ke lokasi yang telah ditentukan paling sedikit dengan ketentuan:
a) pembongkaran instalasi dilaksanakan dengan menggunakan teknologi yang sesuai dengan standar nasional Indonesia atau standar internasional dan
b) evaluasi dan kajian teknis sebelum melaksanakan pembongkaran oleh KTT atau PTL yang memenuhi aspek keselamatan operasi Pertambangan.
5) perhitungan sisa umur pakai terhadap peralatan paling sedikit dengan ketentuan:
a) KTT atau PTL melakukan perhitungan sisa umur pakai terhadap peralatan yang akan digunakan, termasuk peralatan yang tidak memiliki data manufaktur. Hasil perhitungan sisa umur pakai digunakan untuk menentukan masa pakai peralatan, termasuk jika peralatan telah melewati masa umur pakai dengan menggunakan spesifikasi material yang terendah atau melakukan uji mechanical properties atau chemical material.
b) penilaian sisa umur pakai peralatan ini paling sedikit meliputi:
(1) pengumpulan data teknis, riwayat pengoperasian, pemeliharaan, dan data teknis manufaktur serta kondisi operasi terakhir;(2) pengujian dengan menggunakan metode tertentu sesuai dengan kondisi peralatan yang akan diuji, untuk mengetahui kondisi terkini peralatan;(3) melakukan perhitungan rekayasa sisa umur pakai atau dengan metode lain yang sesuai dengan standar nasional Indonesia atau standar internasional yang berlaku; dan(4) menetapkan metode dan frekuensi pemeriksaan dan pengujian yang akan dilakukan selama sisa umur pakai peralatan.
No comments:
Post a Comment